Tuesday 27 December 2016

Metode Pembelajaran Dalam al-Qur’an

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Dalam pengertian litterlijk, kata “metode” berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari “meta” yang berarti “melalui”, dan “hodos” yang berarti “jalan”. Jadi metode berarti “jalan yang dilalui”. Dalam bahasa Arab, metode dikenal dengan istilah Thariqah yang berarti langkah-langkah strategis dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan.
 Metode di dalam pendidikan Islam, mencerminkn kandungan pesan-pesan dan bersumber dari wahyu (al-Qur’an) dalam membentuk peradapan yang seimbang antara orientasi dunia dan Akhirat, orientasi keamalan dan ke-Tuhanan, akal dan wahyu, dan sebagainya.
Seperti yang ada di dalam al-Qur’an banyak menjelaskan tentang metode pendidikan Islam, misalnya: Surat Al-Ma’idah  ayat 67, Al-Haqqah ayat 1-3, Surat Ibrahim ayat 24-25, Surat Al-Nahl ayat 125, Ali’Imran ayat 164.
B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimana isi surah Al-Ma’idah?
2.         Bagaimana isi surah Al-Nahl?
3.         Bagaimana isi surah Ibrahim ?
4.         Bagaimana isi surah Al-Haqqah ?
5.         Bagiamana isi surah Ali’Imran?





BAB II
PEMBAHASAN

A.      Surah Al-Ma’idah
أَيُّهَا ٱلرَّسُولُ بَلِّغۡ مَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ مِن رَّبِّكَۖ وَإِن لَّمۡ تَفۡعَلۡ فَمَا بَلَّغۡتَ رِسَالَتَهُۥۚ وَٱللَّهُ يَعۡصِمُكَ مِنَ ٱلنَّاسِۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٦٧
67. Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir
Thabathaba’i yang juga secara panjang lebar membahas penempatan ayat ini, menegaskan bahwa ayat ini berbicara tentang masalah agama yang sangat khusus, yang bila tidak disampaikan, maka ajaran agama secara keseluruhan tidak beliau sampaikan. Hal tersebut terasa berat untuk beliau sampaikan karena adanya hubungan kemaslahatan pribadi, dan keistimewaan menyangkut apa yang harus beliau sampaikan itu. Apalagi hal yang harus di sampaikan itu, juga di inginkan oleh orang lain, karena itu beliau kawatir menyampaikannya sampai turunnya ayat ini. Menurut Thabathaba’i yang bernazhab Syiah, hal yang di perintahkan untuk disampaikan itu adalah persoalan kedudukan ‘Ali Ibn Ali Thalib sebagai wali dan pengganti beliau dalam urusan Agama kedunian. Ini baru beliau sampaikan di Ghadir Khum, setelah melaksanakan haji wada’. Dan karena itu pula, beliau di panggil dengan gelar Rasul, karena gelar itulah yang paling sesuai dengan kandungan apa yang harus disampaikan ini.




Thahir Ibn Asyur menambahkan bahwa, ayat ini menginginkan Rasul agar menyampaikan ajaran agama kepada Ahl Al-Kitab tanpa menghiraukan kritik dan ancaman mereka, apalagi teguran-teguran yang dikandung oleh ayat-ayat lalu yang harus disampaikan Nabi SAW itu, merupakan teguran keras, seperti banyak di antara mereka yang fasiq dan firmannya “apakah akan aku beritakan kepada kamu tentang yang lebih buruk dari itu pembahasannya di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai Allah” di lain-lain teguran tegas ini, pada hakikatnya tidak sejalan dengan sifat Nabi SAW yang cenderung memiliki sifat lemah lembut, ber-mujadaklah dengan yang terbaik.[1]
B.       surah Al-Nahl
ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَٰدِلۡهُم بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ ١٢٥
125. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Ayat ini dipahami oleh sementara Ulama sebagai menjelaskan tiga macam metode Dakwa yang harus disesuaikan dengan sasaran dakwa. Terhadap cendikiawan yang dimilki pengetahuan tinggi diperintahkan menyampaikan dakwa dengan hikmah yakni berdialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian mereka. Terhap kaum awam, diperintahkan untuk menerapkan mau’izah yakni memberikan nasehat perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai denga taraf pengetahuan mereka yang sederhan. Sedang terhadap  Ahl Al-Kitab dan penganut agama-agama lain adalah jidal atau perdebatan dengan cara yang terbaik yaitu dengan logika dan terotika yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan.
Menurut ayat ini ada tiga metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Pertamaالحكمه    kata lain al-hikmah  berasal dari kata hakamah  yang secara harfiah berarti al-maun (menghalangi). Secara istilah  al-hikmah berate pengetahuan tentang keutamaan sesuatu melalui keutamaan ilmu. Al-hikmah juga dapat diartikan kepada argument yang pasti dan berguna bagi kaidah yang meyakinkan. Kedua المو الحسنة secara harfiah, ia berarti al-nushu (nasehat) dan al-tadhkir bi al-awaqib (member peringatan yang disertai dengan ancaman), atau peringatan yang disertai dengan janji ganjaran yang menyenangkan. Ayat ini menggunakan istilah al-mau’izah al-hasanah, hal ini berarti member pelajaran yang disertai dengan konekuensi yang menyenangkan pelajar. Al-Jurjani memaknai al-mau’izah itu dengan hal-hal yang dapat melunakkan hati yang keras, mengalirkan air mata yang beku, dan memperbaiki kerusakan. Ketiaga المجادلة   al-mujadalah merupakan masdar dari jadalah yang berarti berdebat. Al-sabuni mengartikannya kepada munazarah, berdebat dengan mengemukakan argument atau alasan yang mendukung ide atau pendapat yang di pegangi[2]
C.      Surah Ibrahim
أَلَمۡ تَرَ كَيۡفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا كَلِمَةٗ طَيِّبَةٗ كَشَجَرَةٖ طَيِّبَةٍ أَصۡلُهَا ثَابِتٞ وَفَرۡعُهَا فِي ٱلسَّمَآءِ ٢٤ تُؤۡتِيٓ أُكُلَهَا كُلَّ حِينِۢ بِإِذۡنِ رَبِّهَاۗ وَيَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَذَكَّرُونَ ٢٥ وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٖ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ ٱجۡتُثَّتۡ مِن فَوۡقِ ٱلۡأَرۡضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٖ ٢٦
24. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit
25. pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat
26. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.
Setelah ayat yang lalu memberi perumpamaan tentang amal-amal orang kafir yakni seperti debu yang ditiup angin yang keras, kini diberikan perumpamaan tentang orang-orang mukmin. Atau dapat juga diartiakan bahwa surge yang diraih oleh yang taat dan dampak buruk yang dialami oleh yang durhaka di gambarkan oleh ayat ini dengan suatu perumpamaan untuk itu ayat ini mengajak siapapun yang dapat melihat yakni merenung dan memperhatikan. Dengan menyatakan: “ tidakkah melihat yakni memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik? “. Kalimat ini seperti pohon yang baik, akarnya teguh menghujam ke bawah sehingga tidak dapat dirobohkan oleh angin dan cabangnya tinggi menjulang ke langit yakni ke atas. Ia memberikan buahnya pada setiap waktu yakni musim dengan seizin Tuhannya sehingga tidak ada  suatu kekuatan yang dapat menghalangi pertumbuhan dan hasilnya yang memuaskan.[3]


D.      Surah Al-Haqqah
ٱلۡحَآقَّةُ ١  مَا ٱلۡحَآقَّةُ ٢  وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا ٱلۡحَآقَّةُ ٣
1. Hari kiamat
2. apakah hari kiamat itu
3. Dan tahukah kamu apakah hari kiamat itu

Kata (الحاقه) al-haqqah terambil dari kata (حقا) haqqa yang berarti pasti terjadinya. Kata yang digunakan ayat ini dapat dipahami sebagai adjective dari sesuatu yang tidak disebutkan yakni peristiwa atau situasi, dengan demikian ia dapat dipahami dalam arti “satu peristiwa atau situasi yang pasti”. Tidak ada satu peristiwa dari situasi yang pasti dari pada kehadiran hari kiamat. Atas dasar itu al-haqqah  dipahami dalam arti hari kiamat.
Bisa juga kata al-haqqah terambil dari kata اققه uqquhu yang berarti saya mengetahui hakikatnya. Dengan demikian, kata al-haqqah berarti “Yang mengetahui semua persoalan sesuai hakikatnya” tentu sja yang mengetahui itu bukan peristiwa atau situasi itu, tetapi siapa yang melihat peristiwa atau benda dalam situasi itu. Yang berada dan melihatnya adalah seluruh mahluk. Jika demikian pada saat terjadinya peristiwa itu semua pihak mengetahui hakikat segala sesuatu. Tidak lagi yang tersembunyi atau dapat di sembunyikan. Ini pun menunjuk kepda hari kiamat.
Pakar bahasa al-Azhari berkata, bahwa bila anda berkata ( حقته فحته  ) Haqaqtuhu fahaqaqtuhu maka itu berarti Aku melawan (menuntunnya) sehingga aku berhasil mengalahkannya. Di sini peristiwa atau situasi yang dimaksud ayat ini adalah peristiwa dikalahkannya segala penentang kebenaran. Hari kiamat memang demikian itu halnya terdapat para pendurhaka.
Kalimat (وما ادراك) wa ma adraka digunakan al-Qur’an untuk menggambarkan sesuatu yang sangat dan yang amat sulit bahkan mustahil dijangkau hakikatnya oleh manusia tanpa bantuan Allah Karena pada umumnya redaksi tersebut dikaitkan dengan alam metafisika, seperti surga, neraka dalam berbagai namanya dan hal-hal yang amat luar biasa, seperti lailaaytah al-qodr dan al-aqobah (jalan mendaki menuju kejayaan). Pada ayat ini kalimat tersebut dikaitkan dengan hari kiamat yang memang hkikat dan waktunya tidak di ketahui kecuali oleh Allah SWT.
Ada yang menyatakan bahwa ayat-ayat yang menggunakan istilah ma adraka pada akhirnya disampaikn juga oleh Allah persoalannya kepada Nabi Muhammad SAW, berbeda dengan istilah serupa tetapi menggunakan bentuk mudharri’ (kata kerja masa kini dan datang) yakni wa ma yudrika. Istilah ini digunakan al-Qur’an menyangkut waktu kedatangan hari kiamat. Ini Sama sekali tidak dijelaskan Allah kepada beliau bahkan kepada siapapun. Pendapat ini di nisbahkan dalam beberapa riwayat kepada sahabat Nabi SAW, Ibn A’bbas ra[4].
E.       Surah Ali’Imran
دۡ مَنَّ ٱللَّهُ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ إِذۡ بَعَثَ فِيهِمۡ رَسُولٗا مِّنۡ أَنفُسِهِمۡ يَتۡلُواْ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمۡ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبۡلُ لَفِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٍ ١٦٤
164. Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
Setelah selesai tuntutan-tuntutan yang lalu dan jel;as juga melalui peristiwa uhud batapa berharga bimbingan Nabi Muhammad SAW. Dan dampak pelanggaran tuntunan beliau, ayat ini mengingatkan mereka, bahkn seluruh manusia betapa besar anugrah Allah SWT, yang antara lain telah membarikan karunia kepad orang-orang mukmin kapan dan dimanapun mereka berada, yaitu ketika Allah mengutus di antara mereka, yakni untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri,  yakni jenis manusia yang mereaka kenal kejujuarannya dan amanahnya, kecerdasan kemulyaan sebelum ke nabian yang berfungsi terus menerus membacakan kepad mereka ayat-ayat Allah, berfungsi baik yang dalam bentuk wahyu yang engkau turunkan, maupun alam raya yang engkau ciptakan, dan terus menyicikan jiwa mereka dari segala macam kotoran, kemunafikan, penyakit-penyakit jiwa melalui bimbingan dan tuntunan, lagi terus mengajarkan kepada mereka kandungan al-Kitab yakni al-Qur’an atau tulis baca, dan al-Hikmah, yakni as-sunnah, atau kebijakan dan kemahiran melaksanakan hal yang mendatanh\gkan manfaat serta menampik mudharat. Kata terus terjemah di atas, dipahami dari bentuk kata kerja sama kini dan datang yang di gunakannya. Dan sesungguhnya keadaan mereka sebelum itu, adalah benar-benar dalam kesehatan yang nyata. Demikian nyata sehingga jelas bagi setiap orang yang menggunakan walau secercah akal atau nuraninya.
Sementara ulama memahami kata (من انفسهم) min anfusihim yang diterjemahkan di atas dengan dari kalangan mereka sendiri, bukan dalam arti dari jenis manusia, tetapi dari golongan mereka, yakni orang arab. Jika demikian, maka ayat ini berbicara dan ditujukan kepada orang-orang arab. Di utusnya beliau kepada mereka merupakan nikmat buat mereka, karena kedekatan darah, persamaan bahasa dan tempat tinggal. Tentu saja hal ini tidak dapat di ingkari. Namun demikian, karena al-Qur’an dan Rasul SAW. Sendiri tidak menekankan dalam ajarannya soal ras, maka sungguh lebih tepat memahami kata tersebut dalam arti jenis manusia.[5]








BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Thabathaba’i yang juga secara panjang lebar membahas penempatan ayat ini, menegaskan bahwa ayat ini berbicara tentang masalah agama yang sangat khusus, yang bila tidak disampaikan, maka ajaran agama secara keseluruhan tidak beliau sampaikan.
Ayat ini dipahami oleh sementara Ulama sebagai menjelaskan tiga macam metode Dakwa yang harus disesuaikan dengan sasaran dakwa. Terhadap cendikiawan yang dimilki pengetahuan tinggi diperintahkan menyampaikan dakwa dengan Hikmah, Mau’izah, dan al Mujadalah.
Kata (الحاقه) al-haqqah terambil dari kata (حقا) haqqa yang berarti pasti terjadinya. Kata yang digunakan ayat ini dapat dipahami sebagai adjective dari sesuatu yang tidak disebutkan yakni peristiwa atau situasi, dengan demikian ia dapat dipahami dalam arti “satu peristiwa atau situasi yang pasti”. Tidak ada satu peristiwa dari situasi yang pasti dari pada kehadiran hari kiamat. Atas dasar itu al-haqqah  dipahami dalam arti hari kiamat.
mengajarkan kepada mereka kandungan al-Kitab yakni al-Qur’an atau tulis baca, dan al-Hikmah, yakni as-sunnah, atau kebijakan dan kemahiran melaksanakan hal yang mendatanh\gkan manfaat serta menampik mudharat. Kata terus terjemah di atas, dipahami dari bentuk kata kerja sama kini dan datang yang di gunakannya. Dan sesungguhnya keadaan mereka sebelum itu, adalah benar-benar dalam kesehatan yang nyata.

B.  Saran
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini tentunya terdapat kesalahan baikata. Kata kalimat, ejaan, sistematika penulisa, sebagainya. Oleh karena itu penulis memohom saran dan keritikannya yang membangun kepada pembaca. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi pembaca,amin ya robbal alamin

DAFTAR PUSTAKA

M. Quraish Shihab Tafsir Al-Mishbah (Jakarta: Lentera hati,  2002)



[1] M. Quraish Shihab Tafsir Al-Mishbah (Jakarta: Lentera hati, volume 3, 2002 ) hal 149-151
[2] M. Quraish Shihab Tafsir Al-Mishbah (Jakarta: Lentera hati, volume 7, 2002) hal 385-387
[3] M. Quraish Shihab Tafsir Al-Mishbah (Jakarta: Lentera hati, volume 14, 2002) hal 409-410
[4] M. Quraish Shihab Tafsir Al-Mishbah (Jakarta: Lentera hati, volume 2, 2002) hal 267-269
[5] M. Quraish Shihab Tafsir Al-Mishbah (Jakarta: Lentera hati, volume 7, 2002) hal 52-53

Psikologi Pendidikan (DOMAIN-DOMAIN KEJIWAAN)

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Domain berhubungan dengan perkembangan kognitif istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi setiap prilaku mental yang berhunungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa.
Pembelajaran  dilangsungkan  untuk  kepentingan  peserta  didik. Peserta   didik   dengan  belajar dapat   menambah   pengetahuan,pengalaman  dan  keterampilan  juga  dapat  meluaskan analisis dan pemaknaan  terhadap  materi  pembelajaran.  Karena  itu  sentuhan  yang paling   utama   dalam   kegiatan   pembelajaran adalah  aspek-aspek psikologis  yang  meliputi  intelegensi, emosi,  social,  kepribadian  dan moral.  Aspek-aspek  kejiwaan  tersebut  akan    mengalami perubahan dalam pembelajaran secara simultan dan sinergitas.[1]
Dalam makalah ini kita akan membahas lebih rinci tentang aspek-aspek psikologis atau kejiwaan pada perkembangan peserta didik dalam pembelajaran.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan di atas dapat kami ambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana aspek-aspek kejiwaan terhadap peserta didik?
2.      Apa saja aktifitas fungsi jiwa?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk menjelaskan aspek-aspek kejiwaan terhadap peserta didik
2.      Untuk menjelaskan aktifitas fungsi jiwa
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Aspek-aspek kejiwaan terhadap peserta didik
            Peserta didik dalam pembelajaran adalah  sesuatu yang unik. Hal tersebut ditandai dengan, bahwa peserta didik terdapat perbedaan antara  satu  peserta  didik  dengan peserta didik  yang  lain.  Perbedaan-nya   bisa   dalam   bentuk   perbedaan inteligensi, emosional, social, kepribadian, dan moral. Aspe-aspek kejiwaan tersebut menjadi fokus dari  setiap  kegiatan  pembelajaran.  Bila  hal  tersebut  tidak  dilakukan atau diperhatikan maka pembelajaran dianggap tidak berlangsung dan berjalan  sukses.  Aspek-aspek  kejiwaan  tersebut  dapat  diklasiofikasi sebagai berikut:
Pertama, Inteligensi   adalah   suatu   kecakapan   global   atau rangkuman kecakapan  seseorang  untuk  dapat  bertindak  secara  terarah, berpikir secara baik dan bergaul dengan lingkungan secara efesien. Pandangan  lain  adalah  intelegensi  biasa bermakna; a)Kemampuan untuk   belajar; b) Keseluruhan   pengetahuan   yang   diperoleh; c) Kemampuan  untuk  beradabtasi; d) Kecerdasan  untuk  mempertahan-kan atau memperjuangkan  tujuan  tertentu; e) Kemampuan  untuk melakukan  otokritik  dan  kemampuan  belajar  dari  kesalahan  yang dibuatnya”.[2]
Adapun  aspek-aspek  inteligensi  yang  dimiliki  oleh  setiap individu  yaitu;  1) Kepekaan  dan  kemapuan  untuk  mengamati  pola-pola  logis  dan  numeric  (bilangan)  serta  kemampuan  untuk  berpikir secara rasionalk/logis; 2) Kepekaan terhadap suara, ritme, makna kata-kata dan keragaman fungsi bahasa; 3) Kemampuan untuk menghasilkan  dan  mengapresiasikan  ritme  nada  dan  bentuk  ekspresi musik; 4) Kemampuan  mengepresi  dunia  ruang  visual  secara  akurat dan  melakukan transformasi  persepsi; 5) Kemampuan  untuk mengontrol   gerakan   tubuh   dan menangani   obyek-obyek   secara trampil; 6) Kemampuan  untuk  mengamati  dan  merespon  suara  hati, temparamen  dan  metivasi  orang  lain; 7) Kemampuan  untuk memahami   perasaan,   kekuatan   dan   kelemahan   serta   intelegensi sendiri. Aspek-aspek  tersebut  hendaknya  menjadi  dasar  apresiasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Aspek-aspek tersebutlah yang mengalami   perkembangan   dan   perubahan   sehingga   peserta   didik mencapai kematangan, kemajuan dan perkembangan kepribadian yang sempurna.
Kedua, Aspek   emosi. Emosi   pada   dasarnya   adalah   cinta, kegembiraan, keinginan, benci sedih dan kagum”. Dalam pandangan lain   emosi   adalah   hasil   persepsi   seseorang   terhadap   perubahan-perubahan  yang  terjadi pada tubuh sebagai respon terhadap rangsangan-rangsangan  yang  datang  dari  luar” Emosi  dapat  mempengaruhi perilaku   peserta   didik   berupa;   1) Memperkuat   semangat   apabila seseorang merasa senang atau puas terhadap hasil  yang telah dicapai; 2) melemahkan  semangat  apabila  timbul  rasa  kecewa  karena kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini adalah timbulnya rasa prustasi; 3) menghambat dan mengganggu konsentrasi belajar apabila sedang  mengalami  ketegangan  emosi  yang  bisa  menimbulkan  sikap gugup  dan  gagap  dalam  berbicara; 4) terganggu  penyesuaian  sosial apabila  terjadi  rasa  cemburu  dan  iri  hati; 5) suasana  emosi  yang diterima dan  dialami  individu  semasa  kecilnya  akan  mempengaruhi sikap dikemudian  hari  baik  terhadap  dirinya  sendiri  maupun terhadap orang lain.
Ketiga. Aspek  sosial.  Perkembangan  sosial  dapat  dimaknai sebagai pencapaian  kematangan  dalam  hubungan  sosial.  Dapat  pula diartikan  sebagi ”proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma kelompok, moral  dan  tradisi  meleburkan  diri  menjadi  sesuatu kesatuan yang saling berkemunikasi dan bekerjasama” Pada  prinsipnya  setiap  orang  dilahirkan  memiliki  potensi  dan naluri  sosial  yang  memungkinkan  dirinya  dapat  bergaul  dan berinteraksi   dengan   manusia   lain   baik   secara   individu   maupun kelompok.  Interaksi  dengan  orang  lain  dan  kelompok  memberikan pengaruh  atau  ciri  dan  pengalaman  seorang  peserta  didik. Karenanya peserta   didik   secara   pribadi   dipentingkan   untuk   melakukan kemunikasi  dan  hubungan  sesial  dengan  sesama  yang  juga  dapat mendukung pencapaian proses pembelajaran yang lebih baik. Pembelajaran  yang  berlangsung  disekolah  sebagai  alat  dan media  paling  strategis  untuk  menanamkan  dan  menguatkan  potensi sosial  peserta  didik.  Peserta  didik  dilatih  untuk  bekerja  sama  dengan teman-temannya  saling  memberikan  dan  menerima  masukan.  Hal tersebutpun  sangat  baik  untuk  menanamkan  saling  pengertian diantara peserta didik   terhadap   peserta   didik   yang   lain.   Dengan demikian   peserta   didik   dapat   menekan   dan   mengurangi   egoism pribadi yang dapat merugikan dirinya dan orang lain disekitarnya
Keempat. Aspek  kepribadian.  Kepribadian  artinya  organisasi sistem  jiwa  raga  yang  dinamis  dalam  diri  individu  yang  menentukan penyesuaian diri yang unik terhadap lingkungan”.  Organisasi dinamis  artinya  bahwa  dalam  diri  seseorang  terdapat  sejumlah  aspek atau  unsur  yang  terus  berubah  secara  simultan.  Aspek-aspek  tersebut berupa;  sifat,  kebiasaan,  sikap-sikap  dan  bentuk-bentuk  yang  lain seperti  ukuran  dan  warna  kulit.  Organisme-organisme  tersebut  dapat mengalami  perubahan  dari  perlakuan  dan  keadaan  lingkungan disekitarnya.[3]
Adapun kepribadian yang baik pada diri seseorang atau peserta didik yaitu; 1) mampu menilai dirinya secara realistik Artinya peserta didik  dapat  menilai  diri  sebagaimana  apa  adanya,  baik  kelebihan maupun kekurangannya  baik  yang berhubungan  dengan fisik maupun dengan   psikisnya; 2)mampu   menilai   situasi   secara   realistik; 3) mampu   menilai   prestasi   bsecara   realistik,   4.menerima   tanggung jawab; 5) kemandirian; 6) dapat  mengontrol  emosi; 7) beraktivitas yang  selalu  berorientasi  tujuan; 8) penerimaan  sosial; 9) memiliki filsafat hidup; 10) dapat merasakan kebahagiaan.
Kepribadian  ada  pada  setiap  orang  dan  keadaannya  berbeda-beda antara  individu  dengan  individu  yang  lain.  Keberadaannya baru sebagai suatu  potensi  diri  yang  dengannya  akan  mengalami  perubahan yang   sangat   dipengaruhi   oleh   lingkungan   dimana   seseorang   itu berada. Peserta didik  yang dengan kepribadiannya akan menyedorkan untuk ditumbuh  kembangkankearah  kematangan.  Pembelajaran  yang berlangsung disekolah sangat strategis baik sebagai lembaga maupun hubungan  individu  untuk  mempengaruhi  dan  merubah  kepribadian peserta didik. Materi ajar yang disampaikan oleh seorang guru dengan nilai-nilai  kearifan yang  ada  didalamnya  akan  dapat  mengubah  cara pandang  dan  sikap  yang  dimiliki  peserta  didik.  Demikian  halnya dengan  hubungan  dan  interaksi  yang  diciptakan  oleh  guru  dapat merangsang perubahan kepribadian kearah yang lebih baik.
Kelima, Aspek moral. Moral berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai  atau  tatacara  kehidupan.  Nilai-nilai  moral dapat pula  berupa  seruan  untuk  berbuat  baik  kepada  orang  lain,  memlihara ketertiban  dan  keamanan,  memelihara  kebersihan  dan  hak  orang  lain. Makna lain yang dikandung dari nilai-nilai moral juga berupa dilarang mencuri, berzina, membunuh, minum-minuman keras dan berjudi.
Moral  bagi   peserta   didik   dapat   berkembang   melalui;   1) pendidikan langsung yaitu melalui penanaman pengertian tingkah laku yang benar dan  salah,  atau  baik  dan  buruk  oleh  orang  tua  dan  guru atau orang dewasa yang lain; 2) identifikasi yaitu dengan mengidentifikasi  dan  meniru  penampilan  atau  tingkah  laku  moral seseorang  yang menjadi  idola  seperti  orang  tua,  guru,  kiyai  artis  dan orang   dewasa   lainnya; 3) proses  coba-coba   yaitu   dengan   cara mengembangkan tingkah laku moral dengan coba-coba. Tingkah laku yang  mendatangkan  pujian  atau  penghargaan  akan  terus  dikembang-kan sedangkan tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikan.
Untuk mengetahui  nilai-nilai  moral  bagi  peserta  didik, diperlukan   latihan dan pembiasaan dalam berbagai hal dan kesempatan. Peserta didik dibiasakan mengidentifikasi perbuatan yang bermakna kebaikan   dan keburukan   mulai   dari   berbicara   sampai kepada  berbuat  sesuatu.  Misalnya  bombe  (bahasa  anak-anak) perlu diberitahu oleh guru dan sekaligus mengklarifikasi, sebab   bisa bernuansa  permusuhan,  guru  perlu  menyambung  komunikasi  yang baik  kepada  perserta  didik  sehingga  perbedaan  dikalangan  peserta didik  dapat  diminimalisir  untuk  membangun  kerjasama  yang  baik diantara  sesama  peserta  didik.  Hal  lain  yang  harus  ditumbuhkan adalah  dengan  melatih  ketajaman  analisa  bagi  peserta  didik  terhadap sikap  dan  perilaku  orang  dekatnya  seperti  orang  tua,  guru,  kiyai  dan orang  dewasa  yang  biasa  bergaul. Peserta  didik  dilatih
Mengidentifikasi sikap  orang  tersebut  tetapi  penekanannya  pada  perbuatan  yang  baik. Kagumnya terhadap  orang  tertentu  bukan  karena  nilai-nilai  negatif yang  dimilikinya  tetapi  nilai  positif.  Sehingga  akan  ada  upaya  bagi peserta didik untuk menjadikannya sebagai perilaku dalam hidupnya. Mungkin  yang  tidak  biasa  ditemukan  dalam  hidup  peserta didik  baik disekolah,  dirumah  dan  dimasyarakat  adalah  memuji sesama bila melihat perbuatan baik. Sekolah sebaiknya mentransformasi dan  membiasakan  peserta  didik  memahami  perbuatan  baik  temannya sekaligus memberikan pujian perbuatan baik temannya.
Keenam. Aspek kepribadian. Kepribadian merupakan terjemahan dari  personality.  Personality  berasal  dari  kata  person  artinya  kedok dan  personare  artinya  menembus.  Kepribadiaan  adalah  organisasi dinamis dalam   diri   individu   sebagai   sistem   psikofisis   yang menentukan caranya yang  khas  dalam  menyesuaikan  diri  terhadap lingkungan”
Kepribadian  memang  relatif  konstan,  namun  dalam kenyataan   sering   ditemukan   bahwa   perubahan   kepribadian   dapat terjadi   yang dipengaruhi   lingkungan   sekitar, baik   rumah   tangga, sekolah dan masyarakat. Kepribadian  yang  dalam  dinamikan  kejiwaan  masih  bersifat elastis  artinya  perubahan  dapat  ditentukan  oleh  keadaan  yang mengitarinya.  Meskipun  ada  potensi  diri  yang  dimiliki  manusia  yang turut  juga  memberikan  pengaruh  seperti  hereditas  (aspek  individu yang bersifat bawaan yang memiliki potensi untuk berkembang)[4]
Adapun  aspek-aspek  kepribadian  yang  dimiliki  oleh  setiap orang  atau  peserta  didik  yaitu;  1) aspek  kognisi  berupa  pemikiran, ingatan  hayalan,  daya  bayang,  inisiatif,  kreatifitas,  pengamatan  dan pengindraan.  Fungsi  aspek  kognisi  adalah  menunjukkan  jalan, mengarahkan  dan mengendalikan  tingkah  laku; 2) aspek  afeksi  yaitu bagian  kejiwaan  yang  berhubungan  dengan  kehidupan  alam  perasaan atau emosi. Pada aspek afeksi dikenal dengan konasi atau psikomotorik berupa  hasrat,  kehendak,  kemauan,  keinginan,  kebutuhan,  dorongan. Aspek  tersebut  berfungsi  sebagai  energi  atau  menaga  mental  yang menyebabkan   manusia bertingkah   laku; 3) Aspek   motorik   yang berfungsi  sebagai  pelaksana  tingkah  laku  manusia  seperti  perbuatan dan gerakan  jasmani

B.     Fungsi aktifitas jiwa
1.      Jiwa kognisi (pengenalan)
Dalam melaksanakan aktivitas atau kegiatan manusia bekerja dengan alat-alat kejiwaan dalam dirinya, ada beberapa macam istilah yang dipergunakan oleh para ahli psikoolgi dalam menyebut alat-alat kejiwaan itu, antara lain bigot, kohstamm, dan Palland menyebutnya dengan peristiwa-peristiwa kesadaran (Biwuzt Zynder-Schyselen). Kupyer mengistilahkan fungsi-fungsi jiwa (psychishe-function).[5]
Istilah penggunaan fungsi-fungsi jiwa dimaksudkan untuk menunjukkan bentuk umum bagian-bagian jiwa yang berfungsi dan dapat siap untuk aktif, seperti fungsi pengamatan, tanggapan, dan sebagainya.
Fungsi-fungsi  jiwa dalam kegiatannya sangat banyak dan rumit. Untuk menyederhanakannya, para ahli menggolongkannya menurut alat yang berfungsi. Sehubungan dengan hal ini, Aristoteles membagi aktifitas atau kegiatan jiwa individu menjadi dua golongan yaitu:
1.      Kemampuan manusia menerima stimulus dari luar. Keampuan ini berhubungan dengan pengenalan (kognisi)
2.      Kemampuan manusia untuk melehirkan apa yang terjadi di dalam jiwanya. Kemampuan ini berhubungan dengan motif dan kemauan (konasi)
Terjadi pembagian kekuatan jiwa individu menjadi tiga golongan besar disebut Trikotomi, yang terdiri dari kognisi, konasi, dan emosi.
1.      Pengamatan
Pengamatan sebagai fungsi jiwa dapat di artikan sebagai unit organisasi dan interpretasi kesan-kesan timbul yang merupakan hasil pekerjaan indra sehingga individu dapat memberikan kenyataan yang ada di sekitarnya.


2.      Tanggapan
Tanggapan sebagai salah satu fungsi jiwa yang pokok dapat diartikan sebagai kesan-kesan imajinatif bagi individu sebagai akibat pengamatan, objek-objek yang diamati tidak lagi berada dalam ruangan dan waktu pengamatan.
3.      Fantasi
Fantasi dapat diartikan sebagai kemampuan daya jiwa untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan tanggapan-tanggapan yang sudah ada tidak perlu sesuai dengan benda-benda yang ada. Kemampuan jiwa manusia membentuk tanggapan baru, yaitu berupa “imajinasi”.
4.      Ingatan
Ingatan dapat diartikan sebagai kesanggupan jiwa untuk mecamkan, menyimpan, dan mereproduksi suatu tanggapan. Rumusan devinisi yang dikatakan bahwa ingatan adalah suatu aktifitas tempat pengetahuan manusia berasal (berdasarkan kesan-kesan dari masa lampau).
5.      Berpikir
Berpikir merupakan fungsi jiwa yang mengandung pengertian yang luas karena mengandung maksud dan tujuan memecahkan masalah, menemukan hubungan, dan menentukan sangkut paut antara masalah satu yang lainnya. Berkenaan dengan masalah berpikir,
6.      Inteligensi
Menurut salah satu ahli Bigot-Kohstamm inteligensi adalah suatu kemampuan untuk melakukan perbutan jiwa dengan cepat.
Berdasarkan devinis-devinisi di atas, inteleginsi menunjukkan bagaimana cara individu bertingkah laku dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Tingkah laku individu dinyatakan “intelegen” berdasarkan kesanggupan untuk melakukan suatu aktifitas, yaitu berpikir.[6]
Jean Piaget mendenifisikan inteligensi diartikan sama dengan kecerdasan, yaitu seluruh kemampuan berpikir dan bertindak secara adatif termasuk kemampuan  mental yang kompleks, seperti berpikir, mempertimbangkan, menganalisis, mensinesis, mengavaluasi, dan menyelesaikan persoalan.[7]

2.      Jiwa Konasi (kehendak)
1.      Motivasi
Motivasi dapat dipandang sebagai suatu istilah umum yang menunjukkan pada penganturan tingkah laku individu ketika kebutuhan atau dorongan dari dalam dan dari lingkungannya mendorong individu untuk memuaskan kebutuhan menuju tercapainya tujuan yang diharapkan.
2.       Frustasi
Frustasi diartikan sebagai rasa kecewa karena keinginan tidak terpuskan . dorongan yang teramat kuat untuk mewujudkan suatu tujuan dari individu menimbulkan kekuatan aktif dari dalam yang dapat memengaruhi pikiran, perasaan, tngkah laku, dan financial terhadap nilai-nilai pada diri individu. Apabila individu gagal mewujudkan tujuannya itu, maka akan mengakibatkan frustasi.
3.      Jiwa Emosi
Fungsi jiwa emosi merupakan bagian integral dari pengalaman manusia. Emosi, perasaan, maupun sugesti akan dapat menambah kesenangan maupun kesedihan seeseorang.
1.      Emosi
Istilah “emosi” diartikan sebagai suatu keadaan yang muncul dari organism manusia sebagai sebab-akibat antara emosi dan salah satu pengalaman-pengalaman batiniah seperti dorongan-dorongan, keinginan motif, dan lain-lain.
Emosi adalah suatu pengalaman yang sadar memengaruhi kegiatan jasmani dan efektif (melalui unsure perasaan) yang mengikuti keadaan-keadaan fisiologisdan mental yang muncul dan menyesuaikan batiniah dan yang mengekspresikan diri dalam tingkah laku yang tampak.
2.      Perasaan
Suatu pengalaman individu disertai dengan suasana keraguan . terdapat keraguan-keraguan apakah perasaan puas ataupun kecewa itu ada dengan sendirinya di dalam situasi ketika individu mengalaminya ataukah hal itu berhubungan dengan situasi-situasi sebagai hasil belajar.
Tingkah laku yang berhasl ditandai dengan suasana erasaan yang menyenangkan atau memuaskan. Sebaliknya, apakah tidak berhasil atau memberikan rasa kecewa pengalaman-pengalaman yang menimbulkan frustasi atau konflik.
4.      Jiwa Campuran
1.      Perhatian
Perhatian sebagai selah satu aktivitas psikis (jiwa) diartikan sebagai keaktifan jiwa yang dipertinggi. Jiwa itupun semata-mata tertuju kepada suatu objek (benda atau hal) ataupun sekumpulan objek-objek dengan perkataan lain perhatian adalah konsentrasi psikis (jiwa) terhadap objek.
2.      Kelelahan
Akibat melaksanakan macam-macam aktivitas manusia membutuhkan kekuatan atau kemampuan.pada suatu saat dalam melaksanakan suatu aktifitas, baik yang berhubungan dengan jasmania atau rohani seseorang akan mengalami penurunan kekuatan untuk berbuat. Peristiwa menurunnya kekuatan manusia untuk melaksanakan aktivitas itu disebut kelelahan.
3.      Segesti
Sugesti dapat diartikan “kesan” ataupun “keyakinan di dalam hati seseorang”. Dalam sugesti, fungsi pikiran, perasaan,dan kemauan betul-betul dikesampingkan. Itulah sebabnya, sugesti merupakan suatu desakan keyakinan kepada seseorang yang diterima tanpa pertimbangan secara mendalam.[8]





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pertama, Inteligensi   adalah   suatu   kecakapan   global   atau rangkuman kecakapan  seseorang  untuk  dapat  bertindak  secara  terarah, berpikir secara baik dan bergaul dengan lingkungan secara efesien”. Kedua, Aspek   emosi. Emosi   pada   dasarnya   adalah   cinta, kegembiraan, keinginan, benci sedih dan kagum”.  Ketiga. Aspek  sosial.  Perkembangan  sosial  dapat  dimaknai sebagai pencapaian  kematangan  dalam  hubungan  sosial.  Keempat. Aspek  kepribadian.  Kepribadian  artinya  organisasi sistem  jiwa  raga  yang  dinamis  dalam  diri  individu  yang  menentukan penyesuaian diri yang unik terhadap lingkungan”. Kelima, Aspek moral. Moral berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai  atau  tatacara  kehidupan.  Nilai-nilai  moral dapat pula  berupa  seruan  untuk  berbuat  baik  kepada  orang  lain,  memlihara ketertiban  dan  keamanan,  memelihara  kebersihan  dan  hak  orang  lain.
Fungsi aktifitas jiwa (1) Jiwa kognisi (pengenalan) Istilah penggunaan fungsi-fungsi jiwa dimaksudkan untuk menunjukkan bentuk umum bagian-bagian jiwa yang berfungsi dan dapat siap untuk aktif, seperti fungsi pengamatan, tanggapan, dan sebagainya. (2) Jiwa Konasi (kehendak) yaitu motivasi frustasi (3) Jiwa Emosi fungsi jiwa emosi merupakan bagian integral dari pengalaman manusia. Emosi, perasaan, maupun sugesti akan dapat menambah kesenangan maupun kesedihan seeseorang. (4) Jiwa Campuran yaitu (a) Perhatian (b) Kelelahan (c) Segesti.

B. Saran
Demikianlah makalah ini yang kami buat, namun kami merasa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami menginginkan kritik dan saran agar makalah ini menjadi lebih baik dan sesuai dengan yang diinginkan.



DAFTAR PUSTAKA

Yahd Muh, Pembelajaran Dengan Mempertahankan Aspek Kejiwaan Peserta Didk, (http://docplayer.info/399581-Pembelajaran-dengan-memperhatikan-aspek-kejiwaan-peserta-didik.html)  Diakes pada 2 September 2016.
Baharuddin, PendidikanDan Psikologi Perkembangan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2014).
Ali Mohammad dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004).


[1] Muh Yahdi, Pembelajaran Dengan Mempertahankan Aspek Kejiwaan Peserta Didik, (http://docplayer.info/399581-Pembelajaran-dengan-memperhatikan-aspek-kejiwaan-peserta-didik.html) Diakes pada 2 September 2016.

[2] Muh Yahdi, Pembelajaran Dengan Mempertahankan Aspek Kejiwaan Peserta Didik, (http://docplayer.info/399581-Pembelajaran-dengan-memperhatikan-aspek-kejiwaan-peserta-didik.html) Diakes pada 2 September 2016.
[3] Muh Yahdi, Pembelajaran Dengan Mempertahankan Aspek Kejiwaan Peserta Didik, (http://docplayer.info/399581-Pembelajaran-dengan-memperhatikan-aspek-kejiwaan-peserta-didik.html) Diakes pada 2 September 2016.
[4] Muh Yahdi, Pembelajaran Dengan Mempertahankan Aspek Kejiwaan Peserta Didik, (http://docplayer.info/399581-Pembelajaran-dengan-memperhatikan-aspek-kejiwaan-peserta-didik.html) Diakes pada 2 September 2016.
[5] Baharuddin, PendidikanDan Psikologi Perkembangan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2014) hlm, 37
[6] Baharuddin, PendidikanDan Psikologi Perkembangan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2014) hlm, 39-53
[7] Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004) hlm, 37
[8] Baharuddin, PendidikanDan Psikologi Perkembangan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2014) hlm, 59