Saturday 24 December 2016

Kurikulum

BAB II
PEMBAHASAN
A.     PENGERTIAN KURIKULUM
        Secara Etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”. Istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga, terutama dalam bidang atletik pada zaman Romawi Kuno di yunanai. Dalam bahasa prancis, Istilah kurikulum berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu jarak yang harus di tempuh oleh seorang pelari dari garis star sampai dengan garis  finish untuk memperoleh medali atau penghargaan. Jarak yang harus di tempuh tersebut kemudian di ubah menjadi program sekolah dan semua orang yang terlibat di dalamnya. Curriculum is the entire school program and all the people involved in it. Program tersebut berisi mata pelajaran-mata pealajaran  (courses) yang harus di tempuh oleh peserta didik selama kurun waktu tertentu, seperti SD/MI (enam tahun), SMP/MTs (tiga tahun), SMA/SMK/MA (tiga tahun) dan seterusnya.
       Secara Terminologis, istilah kurikulum (dalam pendidikan) adalah sejumlah mata pelajaran yang harus di tempuh atau di selesaikan peserta didik di sekolah untuk memperoleh ijazah. The curriculum has mean the subject taught in school or the course of study (Ragan 1966). Karena dalam konsep kurikulum sebagai mata pelajaran sangatlah erat kaitannya dengan usaha untuk memperoleh ijazah. Ijazah  sendiri pada dasarnya menggambarkan kemampuan.[1]
       Ada juga pengertian kurikulum yang lebih luas lagi yaitu semua kegiatan dan pengalaman belajar serta “segala sesuatu” yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi peserta didik, baik di sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Segala sesuatu yang di maksud di sini merupakan hidden curriculum, misalnya, fasilitas kampus, lingkungan yang aman, bersih, indah dan berbunga, suasana keakraban, kerja sama yang harmonis dan saling mendorong dalam proses pembelajaran, serta media dan sumber belajar yang memadai. Kesemuanya itu dapat menggairahkan bahkan membanggakan peserta didik belajar di sekolah meskipun kuncinya terletak pada kerja sama yang harmonis antara kepala sekolah, guru, peserta didik, staf, orang tua, dan para stake holders.
        Di kemukakan juga pengertian kurikulum dalam perspektif yuridis-formal, yaitu menurut UU. No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu” (Bab 1 Pasal 1 ayat 19).[2]
B.     KEDUDUKAN KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN
        Pendidikan dapat di artikan sebagai pembimbingan secara berkelanjutan (to lead forth). Ini berarti mencerminkan suatu pengakuan bahwa manusia, menurut keberadaan kodratnya, adalah makhluk yang bersifat labil. Artinya, sepanjang hidupnya tidak pernah berada dalam kecukupan, baik secara lahir maupun batin, baik secara individual maupun sosial.
         Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No. 20, 2005;1/1).
        Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara guru dengan peserta didik, dalam upaya membantu mereka menguasai tujuan-tujuan pendididkan ( Pidarta, 1997; 11). Interaksi pendidikan dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
       Pendidikan memiliki keterkaitan yang erat dengan kurikulum. Kurikulum dapat di katakan sebagai isi pendidikan. Setiap kegiatan pendidikan diorientasikan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, apakah berkenaan dengan penguasaan pengetahuan, pengembangan pribadi, kemampuan sosial, ataupun kemampuan bekerja. Untuk menyampaikan bahan pembelajaran, ataupun mengembangkan kemampuan tersebut di perlukan metode penyampaian dan alat-alat bantu tertentu. Untuk menilai proses dan hasil pendidikan, di perlukan cara-cara dan alat-alat penilaian tertentu pula. Dengan berpedoman pada kurikulum, interaksi pendididkan antara guru dengan peserta didik berlangsung. Interaksi ini tidak berlangsung dalam ruang hampa, tetapi selalu terjadi dalam lingkungan tertentu, yang mencakup antara lain lingkungan fisik, alam, sosial budaya, ekonomi, politik, dan religi.
     Kurikulum memiliki kedudukan sentral dan penting dalam seluruh proses pendidikan (Idi, 2007; 219). Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan.
     Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan, memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, urutan isi, dan proses pendidikan. Kurikulum menjadi barometer bagi kebermaknaan pendidikan. Pendidikan akan di katakan bermakna, bila kurikulum yang di gunakan relevan (terkait) dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.[3]
C.     PERAN DAN FUNGSI KURIKULUM
     Kurikulum di persiapkan dan di kembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan, yakni mempersiapkan peserta didik agar mereka dapat hidup di masyarakat. Makna dapat hidup di masyarakat itu memiliki arti luas, yang bukan saja berhubungan dengan kemampuan peserta didik untuk menginternalisasi nilai atau hidup sesuai dengan norma-norma masyarakat, akan tetapi juga pendidikan harus berisi tentang pemberian pengalaman agar anak dapat mengembangkan kemampuannya sesuai dengan minat dan bakat mereka. Dengan demikian dalam sistem pendidikan kurikulum merupakan komponen yang sngat penting, sebab di dalamnya bukan hanya menyangkut tujuan dan arah pendidikan saja akan tetapi juga pengalaman belajar yang harus di miliki setiap siswa serta bagaimana mengorganisasi pengalaman itu sendiri. Sebagai salah satu komponen dalam sistem pendidikan, paling tidak kurikulum memiliki tiga peran, yaitu: peran konservatif, peranan kreatif, serta peran kritis dan evaluatif (Hamalik, 1990).
1.      Peranan Kurikulum
a.       Peran Konsevatif
      Peran Konservatif kurikulum adalah melestarikan berbagai nilai budaya sebagai warisan masa lalu. Maka dari itu salah satu tugas dan tanggung jawab sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan adalah mewariskan nilai-nilai dan  budaya masyarakat kepada generasi muda yakni siswa. Peran konservatif dalam kurikulum memiliki arti yang sangat penting, karena melalui peran konservatifnya, kurikulum berperan dalam menangkal berbagai pengaruh yang dapat merusak nilai-nilai luhur masyarakat, sehingga keajekan dan identitas masyarakat masyarakat akan tetap terpelihara dengan baik.
b.      Peran Kreatif
         Sekolah memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan hal-hal baru sesuai dengan tuntunan zaman. Sebab, pada kenyataannya  masyarakat tidak bersifat statis, akan tetapi dinamis yang selalu mengalami perubahan. Dalam rangka inilah kurikulum memiliki peran kreatif. Kurikulum harus mampu menjawab setiap tantangan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat yang cepat berubah. Dalam peran kreatifnya, kurikulum harus mengandung hal-hal baru sehingga dapat membantu siswa untuk dapat mengembangkan setiap potensi yang di milikinya agar dapat berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat yang senantiasa bergerak maju secara dinamis.
c.       Peran Kritis dan Evaluatif
      Kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai dan budaya mana yang perlu di pertahankan, dan nilai atau budaya baru yang mana yang harus di miliki anak didik. Dalam rangka inilah peran kritis dan evaluatif kurikulum di perlukan. Kurikulum harus berperan dalam menyeleksi dan mengevaluasi segala sesuatu yang di anggap bermanfaat untuk kehidupan anak didik.                                  
      Dalam proses pengembangan kurikulum ketiga peran tersebut harus berjalan secara seimbang. Kurikulum yang terlalu menonjolkan peran konservatifnya cenderung akan membuat pendidikan ketinggalan oleh kemajuan zaman; sebaliknya kurikulum yang terlalu menonjolkan peran kreatifnya dapat membuat hilangnya nilai-nilai budaya masyarakat.
2.      Fungsi Kurikulum
    Sesuai dengan peran yang harus “dimainkan” kurikulum sebagai alat dan pedoman pendidikan, maka isi kurikulum harus sejalan dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Sebab, tujuan yang harus di capai oleh pendidikan pada dasarnya mengkristal dalam pelaksanaan perannya itu sendiri.
a.           Bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang tidak berpedoman kepada kurikulum, maka tidak akan berjalan dengan efektif, sebab pembelajaran adalah proses yang bertujuan, sehingga segala sesuatu yang di lakukan guru dan siswa di arahkan untuk mencapai tujuan; sedangkan arah dan tujuan pembelajaran beserta bagaimana cara dan strategi yang harus di lakukan untuk mencapai tujuan itu merupakan komponen penting dalam sistem kurikulum.
b.           Bagi kepala sekolah, kurikulum berfungsi untuk menyusun perencanaan dan program sekolah. Dengan demikian, penyusunan kalender sekolah, pengajuan sarana dan prasarana sekolah kepada dewan sekolah, penyusunan berbagai kegiatan sekolah baik menyangkut kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan-kegiatan lainnya, harus di dasarkan pada kurikulum.
c.              Bagi pengawas, kurikulum akan berfungsi sebagai panduan dalam melaksanakan supervisi. Dengan demikian, dalam proses pengawasan para pengawas akan dapat menentukan apakah program sekolah termasuk pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru sudah sesuai dengan tuntutan kurikulum atau belum, sehingga berdasarkan kurikulum itu juga pengawas dapat memberikan saran perbaikan.
d.              Bagi siswa, kurikulum berfungsi sebagai pedoman belajar. Melalui kurikulum siswa akan memahami apa yang harus di capai, isi atau bahan pelajaran apa yang harus di kuasai, dan pengalaman belajar apa yang harus di lakukan untuk mencapai tujuan.
e.              Bagi orang tua, fungsi kurikulum bagi orang tua adalah sebagai pedoman untuk memberikan bantuan baik bagi penyelenggaraan program sekolah, maupun membantu putra/putri mereka belajar di rumah sesuai dengan program sekolah. Melalui kurikulum orang tua akan mengetahui tujuan yang harus di capai serta ruang lingkup materi pelajaran.
        Pendidikan adalah usaha bersama. Tidak mungkin tujuan pendidikan akan berhasil secara optimal manakala semuanya di bebankan pada guru atau sekolah. Dalam kaitan inilah orang tua perlu memahami tujuan serta proses pembelajaran yang di laksanakan oleh sekolah.[4]
D.     MENGIDENTIFIKASI KOMPONEN KURIKULUM
       Komponen adalah bagian yang integral dan fungsional yang tidak terpisahkan dari suatu sistem kurikulum, karena komponen itu sendiri mempunyai peranan dalam pembentukan sistem kurikulum. Sebagai sebuah sistem, kurikulum mempunyai komponen-komponen. Seperti halnya dalam sistem manapun, kurikulum harus mempunyai komponen lengkap dan fungsional baru bisa dikatakan baik. Sebaliknya kurikulum tidak di katakan baik apabila di dalamnya terdapat komponen yang tidak lengkap sekarang di pandang kurikulum menjadi tidak sempurna.
        Komponen-komponen kurikulum dari suatu sekolah dapat diidentifikasi secara mudah dengan mengkaji buku atau dokumen kurikulum itu sendiri. Dari isi dokumen kurikulum dapat di ketahui komponen-komponen apa saja yang membentuk sistem kurikulum. Kurikulum di suatu sekolah  (the curriculum) mungkin mempunyai komponen kurikulum yang berbeda dari kurikulum di sekolah yang lain, karena perbedaan di dalam menafsirkan komponen kurikulum. Adanya perbedaan yang seperti ini lumrah terjadi meskipun perbedaan-perbedaan harus dapat di pisahakan mana perbedaan prinsip dan perbedaan yang tidak prinsip.
       Adapun komponen-komponen kurikulum pada prinsipnya terdiri dari empat macam komponen yaitu; tujuan, materi, metode dan evaluasi.
1.      Komponen Tujuan
     Komponen tujuan adalah komponen kurikulum yang menjadi target atau sasaran yang mesti di capai dari melaksanakan suatu kurikulum. Komponen ini sangat penting karena melalui tujuan, materi proses dan evaluasi dapat di kendalikan untuk kepentingan mencapai tujuan kurikulum di maksud. Tujuan kurikulum dapat dispesifikasikan kedalam tujuan pembelajaran umum yaitu berupa tujuan yang di capai untuk satu semester, atau tujuan pembelajaran khusus yang menjadi target pada setiap kali tatap muka. Dalam konteks kurikulum berbasis kompetensi tujuan pembelajaran umum di sebut dengan istilah standar kompetensi. Sedangkan untuk tujuan pembelajaran khusus di gunakan istilah kompetensi dasar. Pencapaian komponen tujuan kurikulum akan menjadi sangat penting karena pencapaian komponen tujuan ini berakibat langsung terhadap pencapaian tujuan-tujuan pendidikan selanjutnya.
2.      Komponen Materi
      Komponen materi adalah komponen yang didesain untuk mencapai komponen tujuan. Yang di maksud dengan komponen materi adalah bahan-bahan kajian yang terdiri dari ilmu pengetahuan, nilai, pengalaman dan keterampilan yang dikembangkan ke dalam proses pembelajaran guna mencapai komponen tujuan. Komponen materi harus di kembangkan untuk mencapai komponen tujuan, oleh karena itu komponen tujuan dengan komponen materi atau dengan komponen-komponen yang lainnya haruslah dilihat dari sudut hubungan yang fungsional.
3.      Komponen Metode
      Komponen metode dapat di bagi ke dalam dua bagian yang di kenal dengan komponen metode dalam pengertian luas dan komponen metode dalam pengertian sempit. Komponen metode dalam pengertian luas berarti metode tidak hanya sekedar metode mengajar, seperti metode ceramah, tanya jawab dan sebagainya. Dalam pengertian seperti ini metode di artikan dalam arti sempit, yaitu berupa penggunaan salah satu cara dalam mengajar atau belajar. Sedangkan metode dalam arti luas dipersoalkan mengenai bagaimana membangun nilai, pengetahuan, pengalaman, keterampilan pada diri anak.
4.      Komponen Evaluasi
      Komponen evaluasi adalah komponen kurikulum yang dapat diperbandingkan seperti halnya penjaga gawang dalam permainkan sepak bola. Maka fungsi evaluasi itu sendiri adalah untuk mengukur berhasil atau tidaknya pelaksanaan kurikulum. Memfungsikan evaluasi berarti melakukan seleksi terhadap siapa yang berhak untuk di luluskan dan siapa yang belum berhak di luluskan. Mengingat bahwa kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang sudah didesain dan di laksanakan untuk mencapai target tertentu, maka evaluasi harus di dasarkan atas pencapaian target kurikulum.[5]
E.     KARAKTERISTIK TEORI PERBEDAANNYA DENGAN TEORI KURIKULUM YANG LAIN
      Robert S. Zais (1976) dalam bukunya curriculum principles and foundation menguraikan tentang teori kurikulum dalam satu chapter khusus, bahkan sebelumnya George A. Beuchamp menulis sebuah buku dengan judul curriculum Theory, dan masih banyak lagi buku-buku kurikulum yang membahas tentang teori kurikulum. Dalam kamus filsafat yang ditulis oleh Tim Penulis Rosda (1995) dijelaskan bahwa theory adalah “1. Pemahaman akan berbagai hal dalam hubungan universal dan idealnya satu sama lain. Lawan dari praktis dan eksistensi faktual. 2. Dalam prinsip abstrak atau umum dalam sebuah pengetahuan yang menampilkan pandangan yang jelas dan sistematik tentang sebagian dari materi pokoknya, seperti dalam teori seni atau teori atom. 3. Sebuah prinsip atau model umum, abstrak, dan ideal yang digunakan untuk menjelaskan fenomena, seperti dalam teori seleksi alam”.
Teori merupakan alat suatu disiplin ilmu yang berfungsi untuk menentukan arah dari ilmu itu, menentukan data apa yang harus di kumpulkan, memberikan kerangka konseptual tentang cara mengelompokkan dan menghubungkan data, merangkum fakta-fakta menjadi: generalisasi empiris; sistem generalisis ; menjelaskan dan memprediksi fakta-fakta; dan menunjukkan kekurangan pengetahuan kita tentang disiplin ilmu itu. Sehubungan dengan fungsi teori, Brodbeck menyatakan “a theory not only explains and predicts, it also unifies phenomena.” Demikian pula halnya dengan teori kurikulum yang mempunyai kedudukan sangat penting dalam pengembangan kurikulum dan menjadi syarat mutlak untuk mengembangkan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu.
            Menyimak  definisi, karakteristik, dan fungsi teori di atas, berarti teori kurikulum mempunyai pengaruh yang besar terhadap implemintasi dan pengembangan kurikulum. Teori kuriskulum bukan hanya sebagai landasan dan acuan, tetapi juga dapat menjelaskan dan memprediksi bagaimana praktik kurikulum. Teori kurikulum mencari prinsip-prinsip atau pernyataan tentang apa yang seharusnya atau tidak seharusnya ada atau terjadi dalam pendidikan. Teori kurikulum selalu mengandung implikasi terhadap sikap dan perbuatan yang akan di lakukan. Oleh karena itu, kurikulum selalu melibatkan aspek-aspek epistemologis (pengetahuan), ontologis (eksistensi atau realitas), dan aksiologis (nilai-nilai). Walaupun aspek-aspek tersebut sulit di pisahkan satu dengan lainnya, ahli teori kurikulum dapat menekankan pada salah satu aspek tertentu yang di anggap urgen.
            Teori kurikulum harus dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi para pengembang kurikulum untuk menyusun konsep tentang situasi pendidikan yang mereka hadapi, sehingga dapat membantu mereka untuk menjawab persoalan dan tantangan yang ada. Teori kurikulum dapat dilihat dari empat aspek penting, yaitu:
a.       Hubungan antara kurikulum dengan berbagai faktor yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kurikulum.
b.      Hubungan antara kurikulum dengan struktur kompetensi (pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai) yang harus di kuasai peserta didik.
c.       Hubungan antara kurikulum  dengan komponen-komponen kurikulum itu sendiri, seperti tujuan, isi/materi, metode, dan evaluasi.
d.      Hubungan antara kurikulum dengan pembelajaran.
John D. McNeil (1977) menegaskan teori kurikulum harus dapat menegaskan teori kurikulum harus dapat menjelaskan dan memprediksi hubungan antara berbagai variabel kurikulum dengan tujuan, proses belajar, dan perencanaan program. Implikasinya , teori kurikulm harus dapat:
a.       Menjadi acuan dalam penelitian dan pengembangun kurikulum serta menjadi alat evaluasi kurikulum.
b.      Mengidentifikasi dan menjelaskan berbagai vareabel dan hubungannya dengan komponen-komponen kurikulum yang dapat di falidasi secara empiris.
c.       Memberikan prinsip-prinsip dan hubungan-hubungan yang dapat di uji secara empiris untuk mengembangkan kurikulum.
d.      Menjadi kegiatan intelektual yang kreatif melalui suatu teori kurikulum tersebut diharapakan kurikulum itu lebih bermakna dari peserta didik.
      Dalam mengembangkan teori kurikulum sebagai disiplin ilmu, harus di perhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.       Menggunakan  bahasa yang tepat dan ilmiyah agar lebih bersifat objektif dan bukan persuasif.
b.      Prinsip-prinsip dan metode-metode baru yang lebih efektif.
c.       Peran teori dari disiplin ilmu lain dalam kurikulum.
d.      Konstribusi teori kurikulum terhadap peningkatan mutu pendidikan.
e.       Keseimbangan antara teori dan praktek. Teori dan praktik merupakan dua kutub yang berbeda, tetapi ada dalam satu kesatuan. Teori tanpa oraktik adalah pincang, sedangakan praktik tanpa teori adalah buta. Teori di harapkan dapat memperbaiki praktik, dan hasil praktik dapat memperbaiki teori. Dengan demikian antara teori dan praktik harus saling memperbaiki dan melengkapi.
  



[1] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 2-3
[2] Ibid, hlm. 5-6
[3] Saiful Arif, Pengembangan Kurikulum, (Pamekasan: STAIN Pamekasan press, 2009), hlm. 5-8
[4] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 10-14
[5] Lias Hasibuan, Kurikulum dan Pemikiran pendidikan, (Jakarta: GP Press, 2010), hlm. 37-41

No comments:

Post a Comment