BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
KURIKULUM
Secara Etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani,
yaitu curir yang artinya “pelari” dan
curere yang berarti “tempat berpacu”.
Istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga, terutama dalam bidang atletik
pada zaman Romawi Kuno di yunanai. Dalam bahasa prancis, Istilah kurikulum
berasal dari kata courier yang
berarti berlari (to run). Kurikulum
berarti suatu jarak yang harus di tempuh oleh seorang pelari dari garis star sampai dengan garis finish
untuk memperoleh medali atau penghargaan. Jarak yang harus di tempuh tersebut
kemudian di ubah menjadi program sekolah dan semua orang yang terlibat di dalamnya.
Curriculum is the entire school program
and all the people involved in it. Program tersebut berisi mata
pelajaran-mata pealajaran (courses) yang
harus di tempuh oleh peserta didik selama kurun waktu tertentu, seperti SD/MI
(enam tahun), SMP/MTs (tiga tahun), SMA/SMK/MA (tiga tahun) dan seterusnya.
Secara
Terminologis, istilah kurikulum (dalam pendidikan) adalah sejumlah mata
pelajaran yang harus di tempuh atau di selesaikan peserta didik di sekolah
untuk memperoleh ijazah. The curriculum
has mean the subject taught in school or the course of study (Ragan 1966).
Karena dalam konsep kurikulum sebagai mata pelajaran sangatlah erat kaitannya
dengan usaha untuk memperoleh ijazah. Ijazah
sendiri pada dasarnya menggambarkan kemampuan.[1]
Ada juga pengertian kurikulum yang lebih
luas lagi yaitu semua kegiatan dan pengalaman belajar serta “segala sesuatu”
yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi peserta didik, baik di sekolah
maupun di luar sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan
pendidikan. Segala sesuatu yang di maksud di sini merupakan hidden curriculum, misalnya, fasilitas
kampus, lingkungan yang aman, bersih, indah dan berbunga, suasana keakraban,
kerja sama yang harmonis dan saling mendorong dalam proses pembelajaran, serta
media dan sumber belajar yang memadai. Kesemuanya itu dapat menggairahkan
bahkan membanggakan peserta didik belajar di sekolah meskipun kuncinya terletak
pada kerja sama yang harmonis antara kepala sekolah, guru, peserta didik, staf,
orang tua, dan para stake holders.
Di kemukakan juga pengertian kurikulum
dalam perspektif yuridis-formal, yaitu menurut UU. No.20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu” (Bab 1 Pasal 1 ayat 19).[2]
B.
KEDUDUKAN
KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN
Pendidikan dapat di artikan sebagai
pembimbingan secara berkelanjutan (to
lead forth). Ini berarti mencerminkan suatu pengakuan bahwa manusia,
menurut keberadaan kodratnya, adalah makhluk yang bersifat labil. Artinya,
sepanjang hidupnya tidak pernah berada dalam kecukupan, baik secara lahir
maupun batin, baik secara individual maupun sosial.
Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU
No. 20, 2005;1/1).
Pendidikan pada dasarnya merupakan
interaksi antara guru dengan peserta didik, dalam upaya membantu mereka
menguasai tujuan-tujuan pendididkan ( Pidarta, 1997; 11). Interaksi pendidikan
dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Pendidikan memiliki keterkaitan yang
erat dengan kurikulum. Kurikulum dapat di katakan sebagai isi pendidikan.
Setiap kegiatan pendidikan diorientasikan untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu, apakah berkenaan dengan penguasaan pengetahuan, pengembangan pribadi,
kemampuan sosial, ataupun kemampuan bekerja. Untuk menyampaikan bahan
pembelajaran, ataupun mengembangkan kemampuan tersebut di perlukan metode
penyampaian dan alat-alat bantu tertentu. Untuk menilai proses dan hasil
pendidikan, di perlukan cara-cara dan alat-alat penilaian tertentu pula. Dengan
berpedoman pada kurikulum, interaksi pendididkan antara guru dengan peserta
didik berlangsung. Interaksi ini tidak berlangsung dalam ruang hampa, tetapi
selalu terjadi dalam lingkungan tertentu, yang mencakup antara lain lingkungan
fisik, alam, sosial budaya, ekonomi, politik, dan religi.
Kurikulum memiliki kedudukan sentral dan
penting dalam seluruh proses pendidikan (Idi, 2007; 219). Kurikulum mengarahkan
segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan.
Kurikulum juga merupakan suatu rencana
pendidikan, memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, urutan isi,
dan proses pendidikan. Kurikulum menjadi barometer bagi kebermaknaan
pendidikan. Pendidikan akan di katakan bermakna, bila kurikulum yang di gunakan
relevan (terkait) dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.[3]
C.
PERAN
DAN FUNGSI KURIKULUM
Kurikulum di persiapkan dan di kembangkan
untuk mencapai tujuan pendidikan, yakni mempersiapkan peserta didik agar mereka
dapat hidup di masyarakat. Makna dapat
hidup di masyarakat itu memiliki arti luas, yang bukan saja berhubungan
dengan kemampuan peserta didik untuk menginternalisasi nilai atau hidup sesuai
dengan norma-norma masyarakat, akan tetapi juga pendidikan harus berisi tentang
pemberian pengalaman agar anak dapat mengembangkan kemampuannya sesuai dengan
minat dan bakat mereka. Dengan demikian dalam sistem pendidikan kurikulum
merupakan komponen yang sngat penting, sebab di dalamnya bukan hanya menyangkut
tujuan dan arah pendidikan saja akan tetapi juga pengalaman belajar yang harus
di miliki setiap siswa serta bagaimana mengorganisasi pengalaman itu sendiri.
Sebagai salah satu komponen dalam sistem pendidikan, paling tidak kurikulum
memiliki tiga peran, yaitu: peran konservatif, peranan kreatif, serta peran
kritis dan evaluatif (Hamalik, 1990).
1.
Peranan
Kurikulum
a. Peran
Konsevatif
Peran Konservatif kurikulum adalah
melestarikan berbagai nilai budaya sebagai warisan masa lalu. Maka dari itu salah
satu tugas dan tanggung jawab sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan adalah
mewariskan nilai-nilai dan budaya
masyarakat kepada generasi muda yakni siswa. Peran konservatif dalam kurikulum
memiliki arti yang sangat penting, karena melalui peran konservatifnya,
kurikulum berperan dalam menangkal berbagai pengaruh yang dapat merusak
nilai-nilai luhur masyarakat, sehingga keajekan dan identitas masyarakat
masyarakat akan tetap terpelihara dengan baik.
b. Peran
Kreatif
Sekolah memiliki
tanggung jawab dalam mengembangkan hal-hal baru sesuai dengan tuntunan zaman.
Sebab, pada kenyataannya masyarakat
tidak bersifat statis, akan tetapi dinamis yang selalu mengalami perubahan.
Dalam rangka inilah kurikulum memiliki peran kreatif. Kurikulum harus mampu
menjawab setiap tantangan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat
yang cepat berubah. Dalam peran kreatifnya, kurikulum harus mengandung hal-hal
baru sehingga dapat membantu siswa untuk dapat mengembangkan setiap potensi
yang di milikinya agar dapat berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat
yang senantiasa bergerak maju secara dinamis.
c. Peran
Kritis dan Evaluatif
Kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai dan budaya mana yang
perlu di pertahankan, dan nilai atau budaya baru yang mana yang harus di miliki
anak didik. Dalam rangka inilah peran kritis dan evaluatif kurikulum di
perlukan. Kurikulum harus berperan dalam menyeleksi dan mengevaluasi segala
sesuatu yang di anggap bermanfaat untuk kehidupan anak didik.
Dalam proses pengembangan kurikulum ketiga peran tersebut harus
berjalan secara seimbang. Kurikulum yang terlalu menonjolkan peran
konservatifnya cenderung akan membuat pendidikan ketinggalan oleh kemajuan
zaman; sebaliknya kurikulum yang terlalu menonjolkan peran kreatifnya dapat
membuat hilangnya nilai-nilai budaya masyarakat.
2.
Fungsi
Kurikulum
Sesuai dengan peran yang harus “dimainkan”
kurikulum sebagai alat dan pedoman pendidikan, maka isi kurikulum harus sejalan
dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Sebab, tujuan yang harus di capai oleh
pendidikan pada dasarnya mengkristal dalam pelaksanaan perannya itu sendiri.
a. Bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai
pedoman dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang tidak
berpedoman kepada kurikulum, maka tidak akan berjalan dengan efektif, sebab
pembelajaran adalah proses yang bertujuan, sehingga segala sesuatu yang di
lakukan guru dan siswa di arahkan untuk mencapai tujuan; sedangkan arah dan
tujuan pembelajaran beserta bagaimana cara dan strategi yang harus di lakukan
untuk mencapai tujuan itu merupakan komponen penting dalam sistem kurikulum.
b. Bagi kepala sekolah, kurikulum berfungsi
untuk menyusun perencanaan dan program sekolah. Dengan demikian, penyusunan
kalender sekolah, pengajuan sarana dan prasarana sekolah kepada dewan sekolah,
penyusunan berbagai kegiatan sekolah baik menyangkut kegiatan ekstrakurikuler
dan kegiatan-kegiatan lainnya, harus di dasarkan pada kurikulum.
c. Bagi pengawas, kurikulum akan berfungsi
sebagai panduan dalam melaksanakan supervisi. Dengan demikian, dalam proses
pengawasan para pengawas akan dapat menentukan apakah program sekolah termasuk
pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru sudah sesuai dengan
tuntutan kurikulum atau belum, sehingga berdasarkan kurikulum itu juga pengawas
dapat memberikan saran perbaikan.
d. Bagi siswa, kurikulum berfungsi sebagai
pedoman belajar. Melalui kurikulum siswa akan memahami apa yang harus di capai,
isi atau bahan pelajaran apa yang harus di kuasai, dan pengalaman belajar apa
yang harus di lakukan untuk mencapai tujuan.
e. Bagi orang tua, fungsi kurikulum bagi
orang tua adalah sebagai pedoman untuk memberikan bantuan baik bagi
penyelenggaraan program sekolah, maupun membantu putra/putri mereka belajar di
rumah sesuai dengan program sekolah. Melalui kurikulum orang tua akan
mengetahui tujuan yang harus di capai serta ruang lingkup materi pelajaran.
Pendidikan adalah usaha bersama. Tidak
mungkin tujuan pendidikan akan berhasil secara optimal manakala semuanya di
bebankan pada guru atau sekolah. Dalam kaitan inilah orang tua perlu memahami
tujuan serta proses pembelajaran yang di laksanakan oleh sekolah.[4]
D.
MENGIDENTIFIKASI
KOMPONEN KURIKULUM
Komponen adalah bagian yang integral dan
fungsional yang tidak terpisahkan dari suatu sistem kurikulum, karena komponen
itu sendiri mempunyai peranan dalam pembentukan sistem kurikulum. Sebagai
sebuah sistem, kurikulum mempunyai komponen-komponen. Seperti halnya dalam
sistem manapun, kurikulum harus mempunyai komponen lengkap dan fungsional baru
bisa dikatakan baik. Sebaliknya kurikulum tidak di katakan baik apabila di
dalamnya terdapat komponen yang tidak lengkap sekarang di pandang kurikulum
menjadi tidak sempurna.
Komponen-komponen kurikulum dari suatu
sekolah dapat diidentifikasi secara mudah dengan mengkaji buku atau dokumen
kurikulum itu sendiri. Dari isi dokumen kurikulum dapat di ketahui
komponen-komponen apa saja yang membentuk sistem kurikulum. Kurikulum di suatu
sekolah (the curriculum) mungkin mempunyai komponen kurikulum yang berbeda
dari kurikulum di sekolah yang lain, karena perbedaan di dalam menafsirkan
komponen kurikulum. Adanya perbedaan yang seperti ini lumrah terjadi meskipun
perbedaan-perbedaan harus dapat di pisahakan mana perbedaan prinsip dan
perbedaan yang tidak prinsip.
Adapun komponen-komponen
kurikulum pada prinsipnya terdiri dari empat macam komponen yaitu; tujuan,
materi, metode dan evaluasi.
1. Komponen
Tujuan
Komponen tujuan adalah komponen kurikulum
yang menjadi target atau sasaran yang mesti di capai dari melaksanakan suatu
kurikulum. Komponen ini sangat penting karena melalui tujuan, materi proses dan
evaluasi dapat di kendalikan untuk kepentingan mencapai tujuan kurikulum di
maksud. Tujuan kurikulum dapat dispesifikasikan kedalam tujuan pembelajaran
umum yaitu berupa tujuan yang di capai untuk satu semester, atau tujuan
pembelajaran khusus yang menjadi target pada setiap kali tatap muka. Dalam
konteks kurikulum berbasis kompetensi tujuan pembelajaran umum di sebut dengan
istilah standar kompetensi. Sedangkan untuk tujuan pembelajaran khusus di
gunakan istilah kompetensi dasar. Pencapaian komponen tujuan kurikulum akan
menjadi sangat penting karena pencapaian komponen tujuan ini berakibat langsung
terhadap pencapaian tujuan-tujuan pendidikan selanjutnya.
2. Komponen
Materi
Komponen materi adalah komponen yang
didesain untuk mencapai komponen tujuan. Yang di maksud dengan komponen materi
adalah bahan-bahan kajian yang terdiri dari ilmu pengetahuan, nilai, pengalaman
dan keterampilan yang dikembangkan ke dalam proses pembelajaran guna mencapai
komponen tujuan. Komponen materi harus di kembangkan untuk mencapai komponen
tujuan, oleh karena itu komponen tujuan dengan komponen materi atau dengan
komponen-komponen yang lainnya haruslah dilihat dari sudut hubungan yang fungsional.
3. Komponen
Metode
Komponen metode dapat di bagi ke dalam
dua bagian yang di kenal dengan komponen metode dalam pengertian luas dan
komponen metode dalam pengertian sempit. Komponen metode dalam pengertian luas
berarti metode tidak hanya sekedar metode mengajar, seperti metode ceramah,
tanya jawab dan sebagainya. Dalam pengertian seperti ini metode di artikan
dalam arti sempit, yaitu berupa penggunaan salah satu cara dalam mengajar atau
belajar. Sedangkan metode dalam arti luas dipersoalkan mengenai bagaimana
membangun nilai, pengetahuan, pengalaman, keterampilan pada diri anak.
4. Komponen
Evaluasi
Komponen evaluasi adalah komponen
kurikulum yang dapat diperbandingkan seperti halnya penjaga gawang dalam
permainkan sepak bola. Maka fungsi evaluasi itu sendiri adalah untuk mengukur
berhasil atau tidaknya pelaksanaan kurikulum. Memfungsikan evaluasi berarti
melakukan seleksi terhadap siapa yang berhak untuk di luluskan dan siapa yang
belum berhak di luluskan. Mengingat bahwa kegiatan pembelajaran adalah kegiatan
yang sudah didesain dan di laksanakan untuk mencapai target tertentu, maka
evaluasi harus di dasarkan atas pencapaian target kurikulum.[5]
E.
KARAKTERISTIK
TEORI PERBEDAANNYA DENGAN TEORI KURIKULUM YANG LAIN
Robert S. Zais (1976) dalam bukunya curriculum principles and foundation
menguraikan tentang teori kurikulum dalam satu chapter khusus, bahkan
sebelumnya George A. Beuchamp menulis sebuah buku dengan judul curriculum Theory, dan masih banyak lagi
buku-buku kurikulum yang membahas tentang teori kurikulum. Dalam kamus filsafat
yang ditulis oleh Tim Penulis Rosda (1995) dijelaskan bahwa theory adalah “1. Pemahaman akan
berbagai hal dalam hubungan universal dan idealnya satu sama lain. Lawan dari
praktis dan eksistensi faktual. 2. Dalam prinsip abstrak atau umum dalam sebuah
pengetahuan yang menampilkan pandangan yang jelas dan sistematik tentang
sebagian dari materi pokoknya, seperti dalam teori seni atau teori atom. 3.
Sebuah prinsip atau model umum, abstrak, dan ideal yang digunakan untuk
menjelaskan fenomena, seperti dalam teori seleksi alam”.
Teori merupakan alat suatu disiplin ilmu yang
berfungsi untuk menentukan arah dari ilmu itu, menentukan data apa yang harus
di kumpulkan, memberikan kerangka konseptual tentang cara mengelompokkan dan
menghubungkan data, merangkum fakta-fakta menjadi: generalisasi empiris; sistem
generalisis ; menjelaskan dan memprediksi fakta-fakta; dan menunjukkan
kekurangan pengetahuan kita tentang disiplin ilmu itu. Sehubungan dengan fungsi
teori, Brodbeck menyatakan “a theory not
only explains and predicts, it also unifies phenomena.” Demikian pula
halnya dengan teori kurikulum yang mempunyai kedudukan sangat penting dalam
pengembangan kurikulum dan menjadi syarat mutlak untuk mengembangkan kurikulum
sebagai suatu disiplin ilmu.
Menyimak definisi, karakteristik, dan fungsi teori di
atas, berarti teori kurikulum mempunyai pengaruh yang besar terhadap
implemintasi dan pengembangan kurikulum. Teori kuriskulum bukan hanya sebagai
landasan dan acuan, tetapi juga dapat menjelaskan dan memprediksi bagaimana
praktik kurikulum. Teori kurikulum mencari prinsip-prinsip atau pernyataan
tentang apa yang seharusnya atau tidak seharusnya ada atau terjadi dalam pendidikan.
Teori kurikulum selalu mengandung implikasi terhadap sikap dan perbuatan yang
akan di lakukan. Oleh karena itu, kurikulum selalu melibatkan aspek-aspek
epistemologis (pengetahuan), ontologis (eksistensi atau realitas), dan
aksiologis (nilai-nilai). Walaupun aspek-aspek tersebut sulit di pisahkan satu
dengan lainnya, ahli teori kurikulum dapat menekankan pada salah satu aspek
tertentu yang di anggap urgen.
Teori kurikulum harus dapat
memberikan kontribusi yang signifikan bagi para pengembang kurikulum untuk
menyusun konsep tentang situasi pendidikan yang mereka hadapi, sehingga dapat
membantu mereka untuk menjawab persoalan dan tantangan yang ada. Teori
kurikulum dapat dilihat dari empat aspek penting, yaitu:
a. Hubungan
antara kurikulum dengan berbagai faktor yang dapat meningkatkan efektivitas dan
efisiensi kurikulum.
b. Hubungan
antara kurikulum dengan struktur kompetensi (pengetahuan, keterampilan, sikap
dan nilai-nilai) yang harus di kuasai peserta didik.
c. Hubungan
antara kurikulum dengan komponen-komponen
kurikulum itu sendiri, seperti tujuan, isi/materi, metode, dan evaluasi.
d. Hubungan
antara kurikulum dengan pembelajaran.
John D. McNeil (1977)
menegaskan teori kurikulum harus dapat menegaskan teori kurikulum harus dapat
menjelaskan dan memprediksi hubungan antara berbagai variabel kurikulum dengan
tujuan, proses belajar, dan perencanaan program. Implikasinya , teori kurikulm
harus dapat:
a. Menjadi
acuan dalam penelitian dan pengembangun kurikulum serta menjadi alat evaluasi
kurikulum.
b. Mengidentifikasi
dan menjelaskan berbagai vareabel dan hubungannya dengan komponen-komponen
kurikulum yang dapat di falidasi secara empiris.
c. Memberikan
prinsip-prinsip dan hubungan-hubungan yang dapat di uji secara empiris untuk
mengembangkan kurikulum.
d. Menjadi
kegiatan intelektual yang kreatif melalui suatu teori kurikulum tersebut
diharapakan kurikulum itu lebih bermakna dari peserta didik.
Dalam mengembangkan teori kurikulum sebagai disiplin ilmu, harus di
perhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Menggunakan bahasa yang tepat dan ilmiyah agar lebih
bersifat objektif dan bukan persuasif.
b. Prinsip-prinsip
dan metode-metode baru yang lebih efektif.
c. Peran
teori dari disiplin ilmu lain dalam kurikulum.
d. Konstribusi
teori kurikulum terhadap peningkatan mutu pendidikan.
e. Keseimbangan
antara teori dan praktek. Teori dan praktik merupakan dua kutub yang berbeda,
tetapi ada dalam satu kesatuan. Teori tanpa oraktik adalah pincang, sedangakan
praktik tanpa teori adalah buta. Teori di harapkan dapat memperbaiki praktik,
dan hasil praktik dapat memperbaiki teori. Dengan demikian antara teori dan
praktik harus saling memperbaiki dan melengkapi.
[1] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 2-3
[2] Ibid, hlm. 5-6
[3] Saiful Arif, Pengembangan Kurikulum, (Pamekasan:
STAIN Pamekasan press, 2009), hlm. 5-8
[4] Wina
Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 10-14
[5] Lias
Hasibuan, Kurikulum dan Pemikiran
pendidikan, (Jakarta: GP Press, 2010), hlm. 37-41
No comments:
Post a Comment