Tuesday 27 December 2016

Metode Pembelajaran Dalam al-Qur’an

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Dalam pengertian litterlijk, kata “metode” berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari “meta” yang berarti “melalui”, dan “hodos” yang berarti “jalan”. Jadi metode berarti “jalan yang dilalui”. Dalam bahasa Arab, metode dikenal dengan istilah Thariqah yang berarti langkah-langkah strategis dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan.
 Metode di dalam pendidikan Islam, mencerminkn kandungan pesan-pesan dan bersumber dari wahyu (al-Qur’an) dalam membentuk peradapan yang seimbang antara orientasi dunia dan Akhirat, orientasi keamalan dan ke-Tuhanan, akal dan wahyu, dan sebagainya.
Seperti yang ada di dalam al-Qur’an banyak menjelaskan tentang metode pendidikan Islam, misalnya: Surat Al-Ma’idah  ayat 67, Al-Haqqah ayat 1-3, Surat Ibrahim ayat 24-25, Surat Al-Nahl ayat 125, Ali’Imran ayat 164.
B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimana isi surah Al-Ma’idah?
2.         Bagaimana isi surah Al-Nahl?
3.         Bagaimana isi surah Ibrahim ?
4.         Bagaimana isi surah Al-Haqqah ?
5.         Bagiamana isi surah Ali’Imran?





BAB II
PEMBAHASAN

A.      Surah Al-Ma’idah
أَيُّهَا ٱلرَّسُولُ بَلِّغۡ مَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ مِن رَّبِّكَۖ وَإِن لَّمۡ تَفۡعَلۡ فَمَا بَلَّغۡتَ رِسَالَتَهُۥۚ وَٱللَّهُ يَعۡصِمُكَ مِنَ ٱلنَّاسِۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٦٧
67. Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir
Thabathaba’i yang juga secara panjang lebar membahas penempatan ayat ini, menegaskan bahwa ayat ini berbicara tentang masalah agama yang sangat khusus, yang bila tidak disampaikan, maka ajaran agama secara keseluruhan tidak beliau sampaikan. Hal tersebut terasa berat untuk beliau sampaikan karena adanya hubungan kemaslahatan pribadi, dan keistimewaan menyangkut apa yang harus beliau sampaikan itu. Apalagi hal yang harus di sampaikan itu, juga di inginkan oleh orang lain, karena itu beliau kawatir menyampaikannya sampai turunnya ayat ini. Menurut Thabathaba’i yang bernazhab Syiah, hal yang di perintahkan untuk disampaikan itu adalah persoalan kedudukan ‘Ali Ibn Ali Thalib sebagai wali dan pengganti beliau dalam urusan Agama kedunian. Ini baru beliau sampaikan di Ghadir Khum, setelah melaksanakan haji wada’. Dan karena itu pula, beliau di panggil dengan gelar Rasul, karena gelar itulah yang paling sesuai dengan kandungan apa yang harus disampaikan ini.




Thahir Ibn Asyur menambahkan bahwa, ayat ini menginginkan Rasul agar menyampaikan ajaran agama kepada Ahl Al-Kitab tanpa menghiraukan kritik dan ancaman mereka, apalagi teguran-teguran yang dikandung oleh ayat-ayat lalu yang harus disampaikan Nabi SAW itu, merupakan teguran keras, seperti banyak di antara mereka yang fasiq dan firmannya “apakah akan aku beritakan kepada kamu tentang yang lebih buruk dari itu pembahasannya di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai Allah” di lain-lain teguran tegas ini, pada hakikatnya tidak sejalan dengan sifat Nabi SAW yang cenderung memiliki sifat lemah lembut, ber-mujadaklah dengan yang terbaik.[1]
B.       surah Al-Nahl
ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَٰدِلۡهُم بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ ١٢٥
125. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Ayat ini dipahami oleh sementara Ulama sebagai menjelaskan tiga macam metode Dakwa yang harus disesuaikan dengan sasaran dakwa. Terhadap cendikiawan yang dimilki pengetahuan tinggi diperintahkan menyampaikan dakwa dengan hikmah yakni berdialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian mereka. Terhap kaum awam, diperintahkan untuk menerapkan mau’izah yakni memberikan nasehat perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai denga taraf pengetahuan mereka yang sederhan. Sedang terhadap  Ahl Al-Kitab dan penganut agama-agama lain adalah jidal atau perdebatan dengan cara yang terbaik yaitu dengan logika dan terotika yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan.
Menurut ayat ini ada tiga metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Pertamaالحكمه    kata lain al-hikmah  berasal dari kata hakamah  yang secara harfiah berarti al-maun (menghalangi). Secara istilah  al-hikmah berate pengetahuan tentang keutamaan sesuatu melalui keutamaan ilmu. Al-hikmah juga dapat diartikan kepada argument yang pasti dan berguna bagi kaidah yang meyakinkan. Kedua المو الحسنة secara harfiah, ia berarti al-nushu (nasehat) dan al-tadhkir bi al-awaqib (member peringatan yang disertai dengan ancaman), atau peringatan yang disertai dengan janji ganjaran yang menyenangkan. Ayat ini menggunakan istilah al-mau’izah al-hasanah, hal ini berarti member pelajaran yang disertai dengan konekuensi yang menyenangkan pelajar. Al-Jurjani memaknai al-mau’izah itu dengan hal-hal yang dapat melunakkan hati yang keras, mengalirkan air mata yang beku, dan memperbaiki kerusakan. Ketiaga المجادلة   al-mujadalah merupakan masdar dari jadalah yang berarti berdebat. Al-sabuni mengartikannya kepada munazarah, berdebat dengan mengemukakan argument atau alasan yang mendukung ide atau pendapat yang di pegangi[2]
C.      Surah Ibrahim
أَلَمۡ تَرَ كَيۡفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا كَلِمَةٗ طَيِّبَةٗ كَشَجَرَةٖ طَيِّبَةٍ أَصۡلُهَا ثَابِتٞ وَفَرۡعُهَا فِي ٱلسَّمَآءِ ٢٤ تُؤۡتِيٓ أُكُلَهَا كُلَّ حِينِۢ بِإِذۡنِ رَبِّهَاۗ وَيَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَذَكَّرُونَ ٢٥ وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٖ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ ٱجۡتُثَّتۡ مِن فَوۡقِ ٱلۡأَرۡضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٖ ٢٦
24. Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit
25. pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat
26. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.
Setelah ayat yang lalu memberi perumpamaan tentang amal-amal orang kafir yakni seperti debu yang ditiup angin yang keras, kini diberikan perumpamaan tentang orang-orang mukmin. Atau dapat juga diartiakan bahwa surge yang diraih oleh yang taat dan dampak buruk yang dialami oleh yang durhaka di gambarkan oleh ayat ini dengan suatu perumpamaan untuk itu ayat ini mengajak siapapun yang dapat melihat yakni merenung dan memperhatikan. Dengan menyatakan: “ tidakkah melihat yakni memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik? “. Kalimat ini seperti pohon yang baik, akarnya teguh menghujam ke bawah sehingga tidak dapat dirobohkan oleh angin dan cabangnya tinggi menjulang ke langit yakni ke atas. Ia memberikan buahnya pada setiap waktu yakni musim dengan seizin Tuhannya sehingga tidak ada  suatu kekuatan yang dapat menghalangi pertumbuhan dan hasilnya yang memuaskan.[3]


D.      Surah Al-Haqqah
ٱلۡحَآقَّةُ ١  مَا ٱلۡحَآقَّةُ ٢  وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا ٱلۡحَآقَّةُ ٣
1. Hari kiamat
2. apakah hari kiamat itu
3. Dan tahukah kamu apakah hari kiamat itu

Kata (الحاقه) al-haqqah terambil dari kata (حقا) haqqa yang berarti pasti terjadinya. Kata yang digunakan ayat ini dapat dipahami sebagai adjective dari sesuatu yang tidak disebutkan yakni peristiwa atau situasi, dengan demikian ia dapat dipahami dalam arti “satu peristiwa atau situasi yang pasti”. Tidak ada satu peristiwa dari situasi yang pasti dari pada kehadiran hari kiamat. Atas dasar itu al-haqqah  dipahami dalam arti hari kiamat.
Bisa juga kata al-haqqah terambil dari kata اققه uqquhu yang berarti saya mengetahui hakikatnya. Dengan demikian, kata al-haqqah berarti “Yang mengetahui semua persoalan sesuai hakikatnya” tentu sja yang mengetahui itu bukan peristiwa atau situasi itu, tetapi siapa yang melihat peristiwa atau benda dalam situasi itu. Yang berada dan melihatnya adalah seluruh mahluk. Jika demikian pada saat terjadinya peristiwa itu semua pihak mengetahui hakikat segala sesuatu. Tidak lagi yang tersembunyi atau dapat di sembunyikan. Ini pun menunjuk kepda hari kiamat.
Pakar bahasa al-Azhari berkata, bahwa bila anda berkata ( حقته فحته  ) Haqaqtuhu fahaqaqtuhu maka itu berarti Aku melawan (menuntunnya) sehingga aku berhasil mengalahkannya. Di sini peristiwa atau situasi yang dimaksud ayat ini adalah peristiwa dikalahkannya segala penentang kebenaran. Hari kiamat memang demikian itu halnya terdapat para pendurhaka.
Kalimat (وما ادراك) wa ma adraka digunakan al-Qur’an untuk menggambarkan sesuatu yang sangat dan yang amat sulit bahkan mustahil dijangkau hakikatnya oleh manusia tanpa bantuan Allah Karena pada umumnya redaksi tersebut dikaitkan dengan alam metafisika, seperti surga, neraka dalam berbagai namanya dan hal-hal yang amat luar biasa, seperti lailaaytah al-qodr dan al-aqobah (jalan mendaki menuju kejayaan). Pada ayat ini kalimat tersebut dikaitkan dengan hari kiamat yang memang hkikat dan waktunya tidak di ketahui kecuali oleh Allah SWT.
Ada yang menyatakan bahwa ayat-ayat yang menggunakan istilah ma adraka pada akhirnya disampaikn juga oleh Allah persoalannya kepada Nabi Muhammad SAW, berbeda dengan istilah serupa tetapi menggunakan bentuk mudharri’ (kata kerja masa kini dan datang) yakni wa ma yudrika. Istilah ini digunakan al-Qur’an menyangkut waktu kedatangan hari kiamat. Ini Sama sekali tidak dijelaskan Allah kepada beliau bahkan kepada siapapun. Pendapat ini di nisbahkan dalam beberapa riwayat kepada sahabat Nabi SAW, Ibn A’bbas ra[4].
E.       Surah Ali’Imran
دۡ مَنَّ ٱللَّهُ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ إِذۡ بَعَثَ فِيهِمۡ رَسُولٗا مِّنۡ أَنفُسِهِمۡ يَتۡلُواْ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمۡ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبۡلُ لَفِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٍ ١٦٤
164. Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
Setelah selesai tuntutan-tuntutan yang lalu dan jel;as juga melalui peristiwa uhud batapa berharga bimbingan Nabi Muhammad SAW. Dan dampak pelanggaran tuntunan beliau, ayat ini mengingatkan mereka, bahkn seluruh manusia betapa besar anugrah Allah SWT, yang antara lain telah membarikan karunia kepad orang-orang mukmin kapan dan dimanapun mereka berada, yaitu ketika Allah mengutus di antara mereka, yakni untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri,  yakni jenis manusia yang mereaka kenal kejujuarannya dan amanahnya, kecerdasan kemulyaan sebelum ke nabian yang berfungsi terus menerus membacakan kepad mereka ayat-ayat Allah, berfungsi baik yang dalam bentuk wahyu yang engkau turunkan, maupun alam raya yang engkau ciptakan, dan terus menyicikan jiwa mereka dari segala macam kotoran, kemunafikan, penyakit-penyakit jiwa melalui bimbingan dan tuntunan, lagi terus mengajarkan kepada mereka kandungan al-Kitab yakni al-Qur’an atau tulis baca, dan al-Hikmah, yakni as-sunnah, atau kebijakan dan kemahiran melaksanakan hal yang mendatanh\gkan manfaat serta menampik mudharat. Kata terus terjemah di atas, dipahami dari bentuk kata kerja sama kini dan datang yang di gunakannya. Dan sesungguhnya keadaan mereka sebelum itu, adalah benar-benar dalam kesehatan yang nyata. Demikian nyata sehingga jelas bagi setiap orang yang menggunakan walau secercah akal atau nuraninya.
Sementara ulama memahami kata (من انفسهم) min anfusihim yang diterjemahkan di atas dengan dari kalangan mereka sendiri, bukan dalam arti dari jenis manusia, tetapi dari golongan mereka, yakni orang arab. Jika demikian, maka ayat ini berbicara dan ditujukan kepada orang-orang arab. Di utusnya beliau kepada mereka merupakan nikmat buat mereka, karena kedekatan darah, persamaan bahasa dan tempat tinggal. Tentu saja hal ini tidak dapat di ingkari. Namun demikian, karena al-Qur’an dan Rasul SAW. Sendiri tidak menekankan dalam ajarannya soal ras, maka sungguh lebih tepat memahami kata tersebut dalam arti jenis manusia.[5]








BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Thabathaba’i yang juga secara panjang lebar membahas penempatan ayat ini, menegaskan bahwa ayat ini berbicara tentang masalah agama yang sangat khusus, yang bila tidak disampaikan, maka ajaran agama secara keseluruhan tidak beliau sampaikan.
Ayat ini dipahami oleh sementara Ulama sebagai menjelaskan tiga macam metode Dakwa yang harus disesuaikan dengan sasaran dakwa. Terhadap cendikiawan yang dimilki pengetahuan tinggi diperintahkan menyampaikan dakwa dengan Hikmah, Mau’izah, dan al Mujadalah.
Kata (الحاقه) al-haqqah terambil dari kata (حقا) haqqa yang berarti pasti terjadinya. Kata yang digunakan ayat ini dapat dipahami sebagai adjective dari sesuatu yang tidak disebutkan yakni peristiwa atau situasi, dengan demikian ia dapat dipahami dalam arti “satu peristiwa atau situasi yang pasti”. Tidak ada satu peristiwa dari situasi yang pasti dari pada kehadiran hari kiamat. Atas dasar itu al-haqqah  dipahami dalam arti hari kiamat.
mengajarkan kepada mereka kandungan al-Kitab yakni al-Qur’an atau tulis baca, dan al-Hikmah, yakni as-sunnah, atau kebijakan dan kemahiran melaksanakan hal yang mendatanh\gkan manfaat serta menampik mudharat. Kata terus terjemah di atas, dipahami dari bentuk kata kerja sama kini dan datang yang di gunakannya. Dan sesungguhnya keadaan mereka sebelum itu, adalah benar-benar dalam kesehatan yang nyata.

B.  Saran
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini tentunya terdapat kesalahan baikata. Kata kalimat, ejaan, sistematika penulisa, sebagainya. Oleh karena itu penulis memohom saran dan keritikannya yang membangun kepada pembaca. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi pembaca,amin ya robbal alamin

DAFTAR PUSTAKA

M. Quraish Shihab Tafsir Al-Mishbah (Jakarta: Lentera hati,  2002)



[1] M. Quraish Shihab Tafsir Al-Mishbah (Jakarta: Lentera hati, volume 3, 2002 ) hal 149-151
[2] M. Quraish Shihab Tafsir Al-Mishbah (Jakarta: Lentera hati, volume 7, 2002) hal 385-387
[3] M. Quraish Shihab Tafsir Al-Mishbah (Jakarta: Lentera hati, volume 14, 2002) hal 409-410
[4] M. Quraish Shihab Tafsir Al-Mishbah (Jakarta: Lentera hati, volume 2, 2002) hal 267-269
[5] M. Quraish Shihab Tafsir Al-Mishbah (Jakarta: Lentera hati, volume 7, 2002) hal 52-53

2 comments:

  1. Do this hack to drop 2lb of fat in 8 hours

    At least 160 thousand men and women are trying a simple and SECRET "liquids hack" to burn 1-2lbs every night as they sleep.

    It's proven and works all the time.

    Here's how to do it yourself:

    1) Grab a clear glass and fill it half glass

    2) And then follow this weight losing hack

    and you'll become 1-2lbs thinner as soon as tomorrow!

    ReplyDelete
  2. Best 788 Casino Online 2021 - Mapyro
    Check out the top 888 전라북도 출장안마 casinos 경주 출장안마 that have 충청남도 출장마사지 the highest progressive jackpots. 남원 출장안마 Find your perfect 김포 출장안마 bonus today and claim your best casino bonuses!

    ReplyDelete